Eksposisi Matius 5:1-12 Ucapan Bahagia

KOTBAH YESUS di BUKIT

Ay 1: “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-muridNya kepadaNya”.

Kata-kata ‘naiklah Ia ke atas bukit’ dalam ay 1 ini kelihatannya bertentangan dengan bagian paralelnya, yaitu Luk 6:17 yang berbunyi: ‘Lalu Ia turun ... pada suatu tempat yang datar’.

Bagaimana mengharmoniskan 2 bagian yang kelihatannya bertentangan / kontradiksi ini?

Calvin berpendapat bahwa Luk 6:17-19 terpisah dari Luk 6:20-dst.

John Stott mengatakan bahwa mungkin ‘tempat datar’ itu terletak di bukit. Matius menyoroti secara global dan karena itu ia berkata ‘naiklah Ia ke atas bukit’; sedangkan Lukas menyoroti bagian / daerah yang lebih kecil, sehingga ia berkata ‘turun ke tempat yang datar’

Ilustrasi: Tanggal 12 Nopember 2001 ada pesawat Amerika jatuh di New York, menimpa pemukuman yang padat penduduk. Malam itu saya menonton 2 channel TV cable. CNN mengatakan bahwa ada 4 rumah yang terbakar, sedangkan Fox News mengatakan bahwa sedikitnya ada 12 rumah yang terbakar. Rasanya kedua berita ini bertentangan. Tetapi besoknya segala sesuatu menjadi jelas, karena dikatakan bahwa 4 rumah terbakar total / hancur total, dan 12 rumah rusak (damaged). Jadi CNN mengatakan 4 rumah, karena hanya menyoroti rumah-rumah yang terbakar hebat, sedangkan Fox News mengatakan sedikitnya 12 rumah, karena menyoroti seadanya rumah yang terbakar, tak peduli terbakar banyak ataupun sedikit. Juga tentang korban dalam pesawat, malam itu sebentar dikatakan bahwa jumlah penumpang 246 orang + 9 awak pesawat, sebentar lagi dikatakan 251 penumpang + 9 crew pesawat, sebentar lagi kembali 246 penumpang + 9 awak pesawat. Besoknya semua menjadi jelas, karena dikatakan ada 5 bayi yang dipangku orang tuanya dalam pesawat terbang yang jatuh itu. Rupanya waktu mengatakan 246 penumpang, mereka tidak menghitung bayi-bayi (mungkin bayi naik pesawat tanpa ticket?). Jadi apa yang kelihatannya kontradiksi, ternyata hanya merupakan berita yang berbeda karena sudut pandang / penekanan yang berbeda. Sebetulnya tidak ada kontradiksi!

Ay 2: “Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kataNya:”.

Tuhan Yesus mulai mengajar. Jelas sekali bahwa Yesus sangat menekankan pengajaran Firman Tuhan.

Bdk. Mark 1:37-38 - “waktu menemukan Dia mereka berkata: ‘Semua orang mencari Engkau.’ JawabNya: ‘Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.’”.

Karena itu gereja / hamba Tuhan / orang Kristen yang baik juga harus menekankan pengajaran Firman Tuhan. Perwujudannya:

· Firman Tuhan, dan bukannya puji-pujian, harus mendapatkan tempat yang terutama dalam kebaktian. Jangan melakukan rapat, latihan koor, dan apapun juga yang lain pada jam Kebaktian / Pemahaman Alkitab.

· Gereja / Pendeta harus mengadakan Pemahaman Alkitab, yang betul-betul menggali dan membahas Kitab Suci. Salah satu hal yang bisa dijadikan penentu bagus atau tidaknya gereja tersebut, adalah berapa persentase dari jemaat yang hadir dalam Pemahaman Alkitab.

· Orang kristen harus mencari Firman Tuhan, baik melalui kebaktian, Pemahaman Alkitab, Saat Teduh, buku-buku rohani, dan juga dari Alkitab langsung (Bible Reading).

Ay 3: “‘Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.

1) Arti dari kata ‘berbahagialah’.

a) Kata ‘bahagia’ di sini tidak menunjuk pada ‘perasaan bahagia’ yang terasa dalam hati kita. Kalau kata ‘bahagia’ memang menunjuk pada perasaan bahagia dalam hati kita, bagaimana mungkin bisa ada ay 4 yang berbunyi: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”? Disamping itu terjemahan yang sebenarnya bukan ‘berbahagialah’, tetapi ‘blessed’ (= diberkatilah) seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Memang ada yang menterjemahkan ‘happy’ (= berbahagialah) seperti Good News Bible, tetapi ini merupakan terjemahan yang kurang tepat.

b) Juga kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini tidak menunjuk pada kebahagiaan / keadaan diberkati menurut ukuran dunia / jasmani, seperti kaya, sukses, sehat dan sebagainya. Mengapa? Karena kalau demikian bagaimana bisa dikatakan ‘Berbahagialah / diberkatilah orang yang dianiaya / dicela / difitnah’ seperti dalam Mat 5:10-11?

c) Kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ di sini menunjuk pada kebahagiaan / keadaan diberkati dalam pandangan Tuhan. Jadi, dalam pandangan Tuhan orang-orang seperti dalam Mat 5:3-12 adalah orang yang berbahagia / diberkati. Bisa saja pandangan Tuhan ini bertentangan dengan pandangan manusia. Jadi bisa saja kita miskin, gagal, menderita, dianiaya, lemah dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita berbahagia / diberkati. Sebaliknya bisa saja kita kaya, berkedudukan tinggi, sukses, dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita celaka / terkutuk.

Bdk. Luk 6:24-26 - “Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.’”.

Kalau kita melihat cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), yang mana dari mereka yang berbahagia / diberkati menurut pandangan manusia? Pasti orang kayanya. Tetapi yang mana yang berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan? Jelas Lazarusnya!

Tetapi awas! Ini tidak berarti bahwa semua orang yang miskin, gagal, menderita pasti berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan! Adalah mungkin untuk menjadi miskin, gagal, menderita, dsb, dan sekaligus celaka / terkutuk dalam pandangan Tuhan. Contoh: orang yang miskin, menderita dsb, tetapi tetap tidak percaya / ikut Tuhan.

Juga tidak berarti bahwa orang yang kaya, sukses, berkedudukan tinggi pasti celaka / terkutuk dalam pandangan Tuhan. Bisa saja seseorang kaya, sukses, berkedudukan tinggi, dan sekaligus berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan. Contoh: Abraham, Daud, dan sebagainya.

Renungkan: apakah saudara ingin menjadi orang yang berbahagia / diberkati dalam pandangan manusia atau dalam pandangan Tuhan?

Arti tentang kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini harus kita camkan dalam sepanjang pelajaran tentang ‘Ucapan Bahagia’ dalam Mat 5:3-12 ini.

2) ‘Miskin di hadapan Allah’.

a) ‘Miskin’.

Ada beberapa kata bahasa Yunani yang berarti ‘miskin’:

· PENES atau PENICHROS yang artinya adalah ‘miskin tetapi masih mempunyai sesuatu’.

· PTOCHOS yang artinya adalah ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’. Dalam Luk 16:20 kata ‘pengemis’ yang ditujukan kepada Lazarus itu dalam bahasa Yunaninya adalah PTOCHOS. Bacalah Luk 16:20-21 untuk mendapat gambaran tentang PTOCHOS itu.

Luk 16:20-21 - “Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya”.

Ia bukan hanya tidak mempunyai rumah, tetapi juga tidak mempunyai uang untuk membeli makanan atau obat / perban untuk mengobati / membalut luka-lukanya.

Pulpit Commentary:

* “PTOCHOS, in classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than PENES (2Cor 9:9)” [= PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis, menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)].

* “The PENES may be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is so poor that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing superfluous, the PTOCHOS has nothing at all” (= Orang yang PENES adalah orang yang miskin sehingga ia mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras setiap hari; tetapi orang yang PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga ia hanya mendapatkan penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES tidak mempunyai apapun secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak mempunyai apapun).

Dalam Luk 21:1-4 terdapat cerita tentang seorang janda miskin yang memberikan seluruh uangnya kepada Tuhan.

Luk 21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.’”.

Dalam Luk 21:2 ada kata ‘miskin’ dan demikian juga dalam Luk 21:3, tetapi dalam Luk 21:2 digunakan kata Yunani PENICHROS dan dalam Luk 21:3 digunakan kata Yunani PTOCHOS. Mengapa berbeda? Karena dalam Luk 21:2 sekalipun ia miskin, ia masih mempunyai uang sedikit, jadi digunakan kata PENICHROS. Tetapi setelah uangnya dipersembahkan semua, ia tidak mempunyai apa-apa lagi, sehingga dalam Luk 21:3 digunakan kata PTOCHOS.

Kata ‘miskin’ yang digunakan dalam Mat 5:3 adalah PTOCHOS!

b) Kata-kata ‘di hadapan Allah’ salah terjemahan.

NIV/NASB: in spirit (= dalam roh).

Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ‘miskin’ dalam Mat 5:3 ini bukanlah ‘miskin dalam hal jasmani / uang’.

Dalam persoalan ini, dalam dunia ini ada 3 golongan manusia:

1. Orang yang merasa dirinya baik (‘kaya dalam roh’) seperti:

a. Orang Farisi dalam Luk 18:9-12 (perumpamaan Yesus tentang 2 orang yang berdoa di Bait Allah).

Luk 18:9-12 - “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”.

Perhatikan bahwa dalam doanya bukan saja ia merendahkan orang-orang lain yang ia anggap berdosa / jahat, tetapi ia juga ‘memamerkan’ kebaikan / kesalehannya kepada Tuhan!

b. Jemaat Laodikia.

Wah 3:17 - “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang”.



Apakah saudara merasa diri saudara baik / lebih baik dari orang lain? Ingat bahwa Mat 5:3 yang berbunyi “Berbahagialah orang yang miskin dalam roh, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” secara implicit menunjukkan “Celakalah orang yang kaya dalam roh (yang merasa diri baik) karena merekalah yang empunya neraka (akan pergi ke neraka)”.

2. Orang yang merasa diri berdosa tetapi toh masih merasa dirinya mempunyai kebaikan. Ini adalah miskin dalam arti PENES / PENICHROS bukan PTOCHOS! Jadi golongan ini belum bisa dikatakan berbahagia! Mungkin ini adalah golongan orang yang paling banyak terdapat di gereja. Mereka merasa diri sebagai orang berdosa, tetapi mereka juga merasa diri lumayan baik, karena mereka masih mau pergi ke gereja, memberi persembahan, melayani Tuhan, tidak melakukan hal-hal yang maksiat, dan sebagainya. Mereka tidak merasa diri sebagai hitam legam, tetapi sebagai abu-abu atau putih berbintik-bintik. Apakah saudara termasuk golongan ini?

3. Orang yang merasa dirinya penuh dosa dan sama sekali tidak bisa berbuat baik.

Pulpit Commentary: “Christ here affirms the blessedness of those who are in their spirit absolutely devoid of wealth. It cannot mean that they are this in God’s opinion, for in God’s opinion all are so. It means therefore, that they are this in their own opinion” (= Di sini Kristus menegaskan keadaan diberkati dari orang-orang, yang dalam roh mereka sama sekali tidak mempunyai kekayaan. Ini tidak bisa diartikan bahwa mereka adalah seperti itu dalam pandangan Allah, karena dalam pandangan Allah semua adalah demikian. Karena itu, itu berarti bahwa mereka adalah demikian dalam pandangan mereka sendiri).

Jadi, orang yang termasuk golongan ini adalah orang yang menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya hanyalah dosa, dosa, dan dosa. Ia tidak menganggap diri sebagai putih, abu-abu, putih berbintik-bintik, tetapi sebagai hitam legam.

Kalau saudara adalah orang yang merasa diri baik / saleh / suci, atau lumayan baik, maka coba perhatikan gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.

Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.

Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’.

Kalau kesalehan kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan dosa kita?

Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.

Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).

Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.

Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).

Jadi Kitab Suci menggambarkan kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan!

Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan baik, renungkan bagian ini!

Contoh orang yang termasuk PTOCHOS:

· Rasul Paulus.

Ro 7:18-19 - “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.

1Tim 1:15 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa”.

Merupakan sesuatu yang aneh bahwa pada saat Paulus belum bertobat, ia menganggap dirinya bisa mentaati hukum Taurat tanpa cacat.

Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.

Tetapi setelah ia bertobat, dan tumbuh dalam pengertian Firman Tuhan dan kekudusan, ia justru merasa dirinya penuh dengan dosa.

· Pemungut cukai dalam Luk 18:13 - “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”.

· Anak bungsu / terhilang.

Luk 15:17-19 - “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa”.

3) ‘Karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga’.

Inilah alasan mengapa golongan ini disebut berbahagia: mereka adalah pemilik kerajaan Sorga. Tetapi mengapa mereka disebut sebagai pemilik kerajaan surga?

a) Karena orang seperti ini tidak akan berusaha masuk surga dengan usahanya sendiri. Dia akan mengemis pengampunan kepada Tuhan (bdk. Luk 18:13-14). Sebaliknya, orang yang merasakan dirinya baik / lumayan akan berusaha masuk surga dengan usahanya / perbuatan baiknya sendiri. Ini tidak mungkin berhasil, karena Kitab Suci memang tidak pernah mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik! Jadi, orang-orang seperti ini justru akan masuk neraka!

b) Kristus juga berkata bahwa Ia datang untuk memanggil orang berdosa bukan orang benar.

Mat 9:10-13 - “Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-muridNya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: ‘Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?’ Yesus mendengarnya dan berkata: ‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.’”.

Kata-kata Yesus ini tidak berarti bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang benar dan ada orang-orang yang berdosa. Tidak, Kitab Suci mengatakan bahwa semua orang berdosa (Ro 3:10-12,23), tetapi ada yang sekalipun berdosa tetapi menganggap dirinya baik / benar, dan ada yang menyadari dirinya berdosa. Yesus datang bukan untuk kelompok pertama tetapi untuk kelompok kedua!

4) Cara menjadi PTOCHOS.

a) Berdoalah dengan tekun supaya Tuhan membukakan mata saudara sehingga saudara bisa melihat dosa-dosa saudara. Salah satu fungsi Roh Kudus adalah menyadarkan kita dari dosa.

Yoh 16:8 - “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman”.

Tanpa pekerjaan Roh Kudus kita tidak mungkin menjadi PTOCHOS!

Banyak orang berdoa meminta berkat, kesembuhan, bahkan karunia-karunia, tetapi tidak banyak yang meminta pencelikan terhadap dosa.

b) Jangan membandingkan diri dengan orang lain.

Dengan membandingkan diri dengan orang yang jahat kita akan merasa diri kita baik (bdk. Luk 18:11 - orang Farisi itu merasa diri baik karena ia membandingkan dirinya dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang lain). Standard hidup kita adalah Firman Tuhan / kehidupan Tuhan Yesus, bukan kehidupan orang lain.

Illustrasi: seorang murid yang mendapat nilai 4 bisa saja merasa nilainya bagus, kalau ia membandingkan dengan murid yang lebih bodoh, yang mendapat nilai 2.

c) Belajarlah Firman Tuhan!

· Satu hal yang perlu dicamkan adalah: saudara harus menggabungkan point no a) dan point no c) ini. Hanya berdoa untuk meminta Roh Kudus mencelikkan mata kita terhadap dosa-dosa kita, tetapi tidak mau belajar Firman Tuhan, tidak akan menjadikan kita PTOCHOS. Mengapa? Karena cara Roh Kudus mencelikkan mata kita adalah dengan menggunakan Firman Tuhan. Sebaliknya, kalau kita hanya belajar Firman Tuhan tetapi tidak berdoa untuk meminta pencelikan terhadap dosa-dosa kita dari Roh Kudus, mungkin sekali kita akan menjadi semacam ahli-ahli Taurat / orang-orang Farisi, yang hanya melihat kesalahan orang-orang lain, tetapi merasa dirinya benar (self-righteous person).

· Firman Tuhan menunjukkan dosa-dosa kita (Ro 3:20 2Tim 3:16). Dan juga, makin kita mengerti Firman Tuhan, makin kita akan diperhadapkan dengan Allah yang maha suci sehingga kita makin akan merasa penuh dosa.

d) Bandingkan Firman Tuhan dengan diri saudara sendiri, jangan dengan orang lain. Firman Tuhan harus menjadi cermin, bukan kaca spion! Memang kalau kita sudah membandingkan Firman Tuhan dengan diri kita, tentu kita juga boleh membandingkannya dengan orang lain, karena kita harus saling memperhatikan dan mendorong dalam perbuatan baik (Ibr 10:24-25).

e) Jangan mencari alasan / kambing hitam untuk menutupi dosa saudara atau membenarkan kesalahan saudara! Bdk. Kej 3:12-13 1Sam 15:13-15,20-21. Salah satu cara mencari kambing hitam yang saat ini banyak terdapat, khususnya dalam kalangan Kharismatik dan Pentakosta, adalah dengan melemparkan kesalahan kepada roh zinah, roh dusta, roh marah, dan sebagainya. Dalam menghadapi ajaran seperti ini perlu diingat bahwa Adam dan Hawa juga jatuh karena serangan setan, dan setan memang disalahkan dan dihukum, tetapi Adam dan Hawa juga! Jadi, kalau mereka hanya menyalahkan roh dusta, roh zinah dsb, tetapi tidak menekankan bahwa orang yang berdusta dan berzinah itu harus bertobat, maka itu berarti mereka hanya mencari kambing hitam.

Makin saudara menutupi dosa dan mempertahankan dosa-dosa saudara, makin keras hati saudara. Tetapi makin saudara mentaati Firman Tuhan, makin peka saudara terhadap dosa saudara!

Ay 4: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”.

1) ‘Berdukacita’.

a) Harus diartikan berhubungan dengan ay 3.

Ini adalah sambungan dari ay 3, dan karena itu harus ditafsirkan berhubungan dengan ay 3nya. Jadi, yang dimaksud dengan dukacita, bukanlah sembarang dukacita, tetapi dukacita karena kesadaran akan dosa. Jadi Mat 5:4 tidak boleh dipisahkan dari Mat 5:3. Kalau saudara sadar bahwa diri saudara penuh dengan dosa, tetapi saudara tidak berdukacita karenanya, saudara bukan orang Kristen! Celakalah saudara!

b) Arti sebetulnya bukan ‘berdukacita’, tetapi ‘berkabung’.

Kata ‘berduka cita’ (PENTHEO) arti sebenarnya adalah ‘to mourn’ (= berkabung). Bdk. Mark 16:10 dan Kej 37:34 (Septuaginta / LXX). Jadi tidak cukup sekedar sedih, tetapi harus sangat sedih!

Apakah saudara sangat sedih karena dosa-dosa saudara? Apakah saudara sangat sedih karena setiap dosa saudara atau hanya karena dosa-dosa tertentu saja?

Kalau saudara betul-betul mengasihi Allah, dan saudara sadar bahwa setiap dosa menyakiti Allah dan setiap dosa menyebabkan Kristus menderita dan disalibkan sampai mati, maka saudara seharusnya akan sangat sedih karena setiap dosa saudara.

c) Contoh orang yang berkabung karena dosa:

· Rasul Paulus dalam Ro 7:24 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?”.

· Daud dalam Maz 51 (baca seluruh Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa Daud setelah disadarkan dari dosa perzinahan dan pembunuhan yang ia lakukan).

· Pemungut cukai dalam Luk 18:13.

2) ‘akan dihibur’.

Orang-orang yang berkabung karena dosa-dosanya ini ‘akan dihibur’, artinya mereka akan diampuni sehingga mereka akan bersukacita kembali.

Ro 7:24-25 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.

Maz 51:9,10,16 - “Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju! Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali! ... Lepaskanlah aku dari hutang darah, ya Allah, Allah keselamatanku, maka lidahku akan bersorak-sorai memberitakan keadilanMu!”.

Luk 18:14 - “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.

Bagian ini secara implicit tidak membenarkan orang yang berkabung secara berlarut-larut karena dosanya. Kita harus membawa dosa-dosa itu kepada Kristus, meminta pengampunan dariNya, percaya bahwa Ia pasti mau mengampuni dosa kita itu, merasakan penghiburan dari pengampunan tersebut, dan bersukacita kembali!

Ay 5: “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi”.

A) ‘Lemah lembut’.

1) Arti yang salah:

· seperti ‘putri Solo’.

· weakness (= kelemahan).

Seseorang berkata: “Meekness is not weakness” (= Kelembutan bukanlah kelemahan)!

2) Kata ‘lemah lembut’ dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS, yang merupakan suatu kata yang sukar sekali untuk diterjemahkan. William Barclay memberikan 3 hal untuk menjelaskan arti PRAUS ini:

a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.

PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi selalu marah pada saat yang tepat. Perlu diingat bahwa marah belum tentu merupakan dosa. Musa disebut sebagai orang yang lemah lembut (Bil 12:3), tetapi ia pernah marah (Kel 32:19).

Bil 12:3 - “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”.

Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu”.

Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Ia menyebut diriNya lemah lembut (Mat 11:29), tetapi berulang-ulang Ia marah (Mat 23:13-36 Yoh 2:13-17 Mark 3:5).

Mat 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.

Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.

Yoh 2:13-17 - “Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan.’ Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis: ‘Cinta untuk rumahMu menghanguskan Aku.’”.

Kemarahan yang bersifat egois / selfish anger (misalnya kalau kita marah karena ada orang berbuat salah kepada kita), jelas adalah kemarahan yang salah. Tetapi kemarahan yang terjadi pada waktu kita melihat orang lain ditindas (bdk. 1Sam 11:6), atau pada saat kita melihat suatu dosa, atau pada saat kita melihat adanya ajaran sesat (Wah 2:2 2Kor 11:4), jelas merupakan kemarahan yang benar.

1Sam 11:6 - “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat”.

Perhatikan bahwa Roh Allah berkuasa atas Saul, tetapi ia menjadi sangat marah, karena ada penindasan terhadap orang-orang Yabesy-Gilead.

Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.

Jemaat gereja Efesus ini dipuji oleh Tuhan, karena mereka tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul palsu.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

Sebaliknya, jemaat Korintus dikecam oleh Paulus karena mereka sabar saja pada waktu ada pengajar-pengajar sesat.

b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.

Penerapan:

Kalau saudara mendengar Firman Tuhan yang ‘menyerang’ hidup saudara, apalagi kalau ‘mengurangi’ penghasilan saudara, apakah saudara mau tunduk?

c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.

Bdk. Maz 37:11 - “Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah”.

Kerendahan hati timbul karena pengenalan yang benar tentang diri sendiri. Karena itu Mat 5:3 (kenal diri sendiri sebagai orang penuh dosa) harus terjadi sebelum Mat 5:5 (rendah hati) bisa terjadi.

3) Tiap orang Kristen harus mempunyai sifat PRAUS ini, karena PRAOTES (kata bendanya) adalah salah satu dari 9 hal yang merupakan buah Roh Kudus (Gal 5:22-23 - ‘keleemah-lembutan’).

B) ‘Memiliki bumi’.

Ini salah terjemahan. Terjemahan yang benar adalah ‘mewarisi bumi’.

1) Arti yang salah:

a) Ajaran Saksi Yehovah yang mengatakan bahwa nanti hanya 144.000 orang yang akan masuk surga, sedangkan sisanya akan tinggal di bumi yang disempurnakan. Ajaran ini bertentangan dengan 2Pet 3:9-12 dan Wah 21:1, yang jelas menunjukkan bahwa bumi / alam semesta akan dihancurkan pada waktu Kristus datang kedua kalinya.

2Pet 3:10-13 - “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janjiNya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran”.

Wah 21:1 - “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi”.



b) Memiliki bumi berarti kita akan jadi kaya (theologia kemakmuran).

2) Arti yang benar: Ada beberapa kemungkinan:

a) Kita / orang kristen memang memiliki bumi dalam arti tertentu.

1. Di dalam Kristus, kita memiliki segala sesuatu (1Kor 3:21,22 2Kor 6:10).

2. Sekalipun ditinjau secara materi / duniawi orang dunia mempunyai banyak dan orang Kristen mempunyai sedikit tetapi ada hal-hal yang perlu kita ingat:

· Untuk orang dunia:

* bukan ia yang memiliki harta, tetapi hartanya yang memiliki / menguasai dia (menjadi dewa).

* ia tidak mempunyai damai; semua miliknya sia-sia.

· Sedang untuk orang Kristen, William Hendriksen berkata:

“They may possess only a small portion of this earth or of earthly goods, but a small portion with God’s blessing resting upon it is more than the greatest riches without God’s blessing” (= Mereka mungkin hanya mempunyai sebagian kecil dari bumi ini atau dari harta duniawi, tetapi sebagian kecil disertai berkat Allah di atasnya adalah lebih banyak dari pada kekayaan yang terbesar tanpa berkat Allah).

b) Yang dimaksud dengan ‘bumi’ adalah ‘langit dan bumi yang baru’ (Wah 21:1).

c) ‘Memiliki / mewarisi bumi’ berarti ‘diberkati oleh Tuhan’.

Dari mana bisa muncul arti seperti ini? Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘bumi’ adalah gh (GE), yang mempunyai bermacam-macam arti yaitu: earth (= bumi), land (= tanah / negeri / daratan), country (= negeri), region (= daerah / wilayah), soil (= tanah), ground (= tanah). Jadi, sekalipun bisa diterjemahkan ‘bumi’, tetapi bisa juga diterjemahkan ‘tanah’ / ‘negeri’. Tuhan berjanji untuk memberikan tanah Kanaan kepada Abraham (Kej 12:1-3,7). Selama ratusan tahun janji itu diulang-ulang kepada bangsa Israel. Akhirnya kata-kata ‘memiliki / mewarisi tanah’ menjadi suatu ungkapan yang artinya ‘menerima berkat Tuhan’ atau ‘diberkati oleh Tuhan’. Karena itu istilah ‘mewarisi bumi’ atau ‘mewarisi negeri’ muncul berulang-ulang, seperti dalam Maz 25:13 Maz 37:9,11,22,29,34 Yes 57:13. Bacalah ayat-ayat tersebut maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa istilah ‘mewarisi bumi / negeri’ memang bisa diartikan ‘diberkati oleh Tuhan’.

Ay 6: “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan”.

A) ‘Lapar dan haus’.

1) Ini adalah kata kiasan yang artinya ‘rindu’ / ‘ingin sekali’ (bdk. Maz 42:2,3 Maz 63:2).

2) Ini adalah pertanda dari kehidupan yang sehat; sebaliknya, ‘tidak lapar / haus’ menunjukkan mati / sakit.

3) ‘Lapar dan haus’ pasti ada wujudnya, yaitu mencari makan / minum.

4) ‘Lapar dan haus’ terjadi setiap hari; dan kalau orang yang lapar dan haus itu tidak mendapatkan yang diingini, maka orangnya akan menderita.

B) ‘Kebenaran’.

1) Ini adalah hal rohani, bukan materi / duniawi.

2) ‘Kebenaran’ yang dimaksud di sini bukanlah ‘kebenaran secara hukum / legal’ (justification) seperti dalam Ro 9:30-10:4, melainkan ‘kebenaran secara moral’ atau ‘kesucian’.

C) ‘Lapar dan haus akan kebenaran’.

1) Orang yang disebut berbahagia adalah orang yang rindu pada hal-hal rohani.

Banyak orang hanya rindu pada hal-hal duniawi / materi seperti sex, uang, kekuasaan, kedudukan, hiburan, makanan / minuman dan lain-lain. Kitab Suci justru memperingatkan kita terhadap hal-hal tersebut (Luk 21:34-36).

2) Orang yang berbahagia adalah orang yang rindu pada kesucian.

Sadar akan dosa (Mat 5:3) dan sedih karena dosa (Mat 5:4) tidak cukup! Harus disertai dengan keinginan untuk menjadi suci (Mat 5:6). Kerinduan pada kesucian ini tidak terpisahkan dari kebencian pada dosa. Apakah saudara membenci semua dosa? Kalau saudara rindu pada kesucian dan benci pada dosa, itu merupakan pertanda bahwa rohani saudara hidup / sehat; tetapi kalau saudara tidak rindu pada kesucian dan saudara mencintai dosa, itu pertanda bahwa rohani saudara mati / sakit.

3) Kerinduan pada kesucian / kebencian pada dosa itu harus ada wujudnya, yaitu:

· Mencari Firman Tuhan (Pemahaman Alkitab, Saat Teduh), karena Firman Tuhan merupakan alat Tuhan untuk menyucikan kita (Yoh 15:3 Yer 23:29a).

· Berdoa supaya Tuhan menolong saudara dalam kelemahan saudara (Mat 26:41).

· Menjauhi pencobaan (bdk. Mat 6:13a). Adalah aneh kalau kita berdoa sesuai dengan kalimat ini, tetapi kita justru mendekati pencobaan.

Apakah 3 hal yang merupakan wujud dari keinginan untuk suci ini ada pada saudara? Kalau tidak ada, mungkin saudara sebetulnya tidak rindu untuk suci!

4) Kerinduan untuk suci dan 3 wujudnya di atas harus ada tiap hari. Dan kalau tak dituruti, saudara akan menderita.

Apakah saudara merasa menderita kalau saudara tidak bisa datang dalam Pemahaman Alkitab? Saudara mungkin sukar untuk melewatkan 1 hari tanpa makanan jasmani, tetapi bagaimana 1 hari kalau tanpa makanan rohani? Apakah saudara ‘menderita’ atau ‘tenang-tenang’ saja?

D) ‘Akan dipuaskan’.

Artinya:

1) Akan mendapatkan kesucian (secara bertahap).

Mengapa kesucian saudara tidak bertumbuh? Mungkin karena saudara tidak betul-betul rindu pada kesucian. Kalau saudara betul-betul rindu, saudara pasti akan bertumbuh!

2) Akan bersukacita.

Tiap orang Kristen yang sungguh-sungguh pasti akan bersukacita pada waktu mendengar Firman Tuhan. Dan pada waktu ia mentaatinya ia juga akan merasakan sukacita (Yes 48:18).

Ay 7: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”.

A) Orang yang murah hati.

1) Arti murah hati / merciful.

Ada 3 unsur yang harus ada:

a) Kemampuan untuk melihat penderitaan orang lain dari sudut orang itu sehingga bisa ikut merasakan penderitaannya.

b) Adanya rasa kasihan / simpati pada orang yang menderita itu.

Kamus Webster mengatakan bahwa kata bahasa Inggris ‘sympathy’ berasal dari kata bahasa Yunani SYMPATHEIA yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu SYN (= bersama-sama dengan) dan PATHOS (= feeling / perasaan).

Jadi, ‘simpati’ artinya adalah ‘merasa bersama-sama dengan orang yang menderita’. Ini tentu baru bisa terjadi kalau no 1 di atas sudah ada.

c) Adanya tindakan menolong.

Rasa kasihan yang tidak diikuti tindakan menolong, sama sekali tidak berguna (Yak 2:15-16 1Yoh 3:18).

2) Contoh ‘orang’ yang murah hati.

a) Allah sendiri.

Ia melihat diri kita dari sudut kita (Maz 103:14), Ia kasihan pada kita, Ia menolong kita. Dalam diri Allah terdapat:

· Kasih Karunia / Grace / CHARIS: ini menangani dosa.

· Kemurahan hati / Mercy / ELEOS: ini menangani penderitaan akibat dosa.

b) Orang Samaria yang murah hati dalam Luk 10:30-37.

Kata ‘belas kasihan’ dalam Luk 10:37 dalam bahasa Yunaninya adalah ELEOS (= kemurahan hati / mercy).

c) ‘Domba-domba’ dalam Mat 25:34-40; jadi, ‘murah hati’ itu adalah ciri dari ‘domba’.

3) Tindakan ‘murah hati’ yang salah.

Kalau kita tahu bahwa pertolongan / tindakan kita itu akan membawa akibat yang jelek untuk orang yang kita tolong itu, maka tindakan ‘murah hati’ itu adalah salah.

Contoh:

· memberi uang kepada orang yang malas / tidak mau bekerja (2Tes 3:10 Amsal 3:27,28).

· meminjami uang / kendaraan yang jelas akan dipakai untuk hal-hal yang berdosa seperti rokok, berzinah, dan sebagainya.

· mengantar orang sakit ke dukun.

· orang tua / guru / majikan yang tidak menindak anak / murid / pegawai yang salah. Ingat bahwa kasih / kemurahan hati harus disertai dengan kebenaran (1Yoh 3:18). Juga jangan lupa bahwa Allah kita adalah Allah yang tegas dalam mendidik anak-anaknya (Ibr 12:5-11).

4) Bagaimana bisa menjadi murah hati?

a) Harus sudah mengalami kemurahan Allah (bdk. Ef 4:32-5:2).

Yesus mengecam orang yang sudah mendapat kemurahan tetapi tidak mau bermurah hati (Mat 18:23-35).

b) Harus mengalami penderitaan (Ibr 2:18 Ibr 4:15 2Kor 1:3-6).

Tanpa ini kita tidak akan bisa mengerti penderitaan orang lain.

Seseorang mengatakan:

“God does not comfort us to make us comfortable, but to make us comforters” (= Allah tidak menghibur kita untuk membuat kita merasa nyaman, tetapi untuk membuat kita menjadi penghibur).

c) Harus tahu / mengerti kebenaran / Firman Tuhan.

Tanpa ini kita akan melakukan tindakan ‘murah hati’ yang salah.

B) Orang yang murah hati akan beroleh kemurahan.

Bdk. Mat 6:14 - “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga”.

Kita harus berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat seperti ini. Ayat-ayat ini tidak berarti bahwa kita mendapat kemurahan / pengampunan dari Allah karena kita sudah bermurah hati / mengampuni orang lain. Ini jelas salah karena ini mengajarkan ‘salvation by works / ‘keselamatan karena perbuatan baik’ yang bertentangan dengan Ef 2:8-9 Ro 9:15-16,18.

Arti yang benar: Imanlah yang menyebabkan kita diampuni / mendapat kemurahan. Tetapi iman itu harus dibuktikan dengan perbuatan (Yak 2:17,26) dan kemurahan hati / mengampuni orang adalah salah satu perbuatan baik. Jadi, kita tidak bisa disebut beriman kalau kita tidak mempunyai kemurahan hati atau tidak mau mengampuni orang, dan karena kita tidak beriman, kita juga tidak akan mendapat kemurahan / pengampunan. Sebaliknya, kalau kita mempunyai kemurahan hati / mau mengampuni orang, itu membuktikan kebenaran iman kita, sehingga kitapun akan mendapat kemurahan / pengampunan.

Ay 8: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

A) ‘Orang yang suci hatinya’.

1) ‘Suci’.

Kata ‘suci’ ini dalam bahasa Yunani adalah KATHAROS dan kata ini digunakan untuk menggambarkan:

· pakaian yang sudah dicuci.

· jagung / gandum yang sudah bersih.

· tentara pilihan.

· susu / anggur yang tidak dicampur dengan air.

· logam murni.

Jadi, artinya sebetulnya adalah murni (pure), tanpa kotoran / campuran. Dan memang dalam KJV: ‘Blessed are the pure in heart: for they shall see God’ (= Diberkatilah mereka yang murni hatinya: karena mereka akan melihat Allah). RSV/NIV/NASB juga menterjemahkan ‘pure’ (= murni).

2) Macam-macam kekotoran yang bisa ada dalam hati kita:

· kemunafikan (Mat 15:8 Mat 23:25-28).

· motivasi-motivasi yang salah (Kis 5:1-11 Mat 6:1,2,5,16).

· kesombongan.

· semua dosa-dosa lain dalam hati seperti rencana jahat, cinta uang, iri hati, kebencian, egoisme, keinginan-keinginan duniawi, percabulan, kekuatiran, kemalasan, ketamakan, sifat kikir, dsb.

3) Hati yang suci merupakan sesuatu yang penting karena hal itu mempengaruhi seluruh kehidupan kita (Mat 15:18-19 Maz 24:4 Amsal 4:23).

4) Bagaimana bisa memiliki hati yang suci?

a) Beriman kepada Kristus (Kis 15:9 Ibr 9:13-14 Tit 1:15).

Tanpa langkah pertama dan terutama ini, maka langkah-langkah selanjutnya di bawah ini tidak ada gunanya.

b) Belajar Firman Tuhan (Ro 3:20 2Tim 3:16 Yer 23:29 Yoh 15:3).

c) Introspeksi (Amsal 4:23).

Tanpa ini, pengertian Firman Tuhan tidak ada gunanya.

d) Doa pengakuan dosa (Maz 51:9,11,12 1Yoh 1:9).

e) Doa supaya Tuhan membuat hati kita menjadi suci (Maz 86:11-12 Maz 119:36,80).

B) ‘mereka akan melihat Allah’ (bdk. Ibr 12:14).

Artinya:

1) ‘Melihat Allah’ di surga setelah kita mati (1Kor 13:12 1Yoh 3:2).

Memang setiap orang akan melihat Allah setelah mati (Wah 1:7 Ro 14:10-12 Fil 2:10-11 Wah 6:15-17). Yang dimaksud oleh Mat 5:8 ini tentu saja ‘melihat Allah’ dalam arti yang positif.

2) ‘Melihat Allah’ di dunia ini, pada waktu kita masih hidup.

Artinya: orang yang murni / suci hatinya akan merasakan kehadiran Allah, merasa Allah dekat dengan dia, merasakan penyertaan Allah dan mengalami persekutuan yang indah dengan Allah.

Contoh: Yuri Gagarin (kosmonot Uni Soviet) pergi ke ruang angkasa dan tidak melihat Allah, lalu berkata Allah tidak ada. Anehnya, kontras dengan hal itu, Jim Irwin, seorang astronout Amerika Serikat, yang juga pergi ke ruang angkasa dan bahkan mendarat di bulan dengan Apollo 16, justru merasakan hadirat Tuhan di bulan.

Penerapan:

Apakah saudara tidak ‘melihat Allah’ dalam kehidupan saudara sehari-hari? Kalau tidak, itu menunjukkan bahwa ada banyak kekotoran dalam hati saudara! Bertobatlah, dan buanglah semua kekotoran itu, dan saudara akan ‘melihat Allah’ dalam kehidupan saudara saat ini!

Ay 9: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”.

A) ‘Orang yang membawa damai’.

1) Kata ‘damai’ dalam bahasa Yunani adalah EIRENE, dan dalam bahasa Ibrani adalah Shalom. Kata ini tidak sekedar berarti ‘tidak bertengkar’, tetapi juga harus ada hubungan yang benar / baik.

Illustrasi: Amerika Serikat dan Rusia memang tidak perang, tetapi tidak berarti ada damai di antara mereka.

2) Kata-kata ‘orang yang membawa damai’ seharusnya lebih tepat diterjemahkan ‘orang-orang yang mengusahakan damai’ (peacemakers).

Yang tidak termasuk ‘mengusahakan damai’:

· mengadu domba, memecah belah, memfitnah dan sebagainya.

· hanya melerai suatu perkelahian, tanpa betul-betul mendamaikannya.

· membiarkan suatu persoalan / kesalahan supaya tidak gegeran.

Ini sering terjadi di dalam gereja dimana pendeta, karena tidak mau gegeran, lalu membiarkan suatu kesalahan begitu saja, Tindakan semacam ini akan menimbulkan gegeran / kekacauan yang lebih besar di kemudian hari.

Mengusahakan damai berarti mengusahakan hubungan yang benar / baik. Ini kadang-kadang harus dicapai dengan gegeran dulu (untuk membereskan persoalan / kesalahan).

3) Cara mengusahakan damai.

a) Kita sendiri juga harus berdamai dengan orang-orang di sekitar kita (Ro 12:18 Ibr 12:14a).

b) Kita harus mendamaikan orang dengan orang, dan juga mendamaikan mereka dengan Allah dengan cara memberitakan Injil kepada mereka. Ingat bahwa dosalah yang menyebabkan adanya pertengkaran antar manusia (Kej 3:12). Juga Injil disebut sebagai Injil damai sejahtera (Ef 6:15). Kalau orang-orang itu bertobat, sehingga dosa mereka dibereskan, maka lebih besar kemungkinan bagi mereka untuk berdamai.

B) ‘karena mereka akan disebut anak-anak Allah’.

1) Ini tak boleh diartikan bahwa kalau kita mendamaikan orang maka kita menjadi anak-anak Allah. Penafsiran semacam ini mengarah pada ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik), dan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang mengatakan bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena iman kepada Yesus.

2) Orang-orang yang mengusahakan damai disebut anak-anak Allah artinya ‘mirip dengan Allah’ dan ‘mereka melakukan apa yang dilakukan Allah’.

Perhatikan beberapa hal di bawah ini yang menunjukkan hubungan ‘Allah’ dengan ‘damai’:

· Allah disebut Allah damai sejahtera (1Tes 5:23 Ibr 13:20).

· Allah disebut sebagai sumber damai sejahtera (Ro 15:33 2Kor 13:11).

· Mengusahakan damai adalah pekerjaan Allah (Ef 2:14-16 Kol 1:20).

Jadi, bukankah wajar kalau orang yang mengusahakan damai disebut anak-anak Allah? Mereka mirip dengan Allah dan mereka melakukan apa yang Allah lakukan.

Ay 10-12: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.’”.

Adalah sesuatu yang menarik bahwa ay 9 (tentang mengusahakan damai) langsung disambung dengan ay 10-12 (tentang penganiayaan terhadap orang Kristen). Memang, sekalipun kita berusaha mendamaikan orang, khususnya kalau kita berusaha mendamaikan orang dengan Allah, akan ada banyak orang akan memusuhi / menganiaya kita.

A) Penderitaan / penganiayaan.

1) Alasan Yesus memberikan bagian ini.

Calvin: “It is evident from other passages, that they foolishly imagined the kingdom of Christ to be filled with wealth and luxuries” (= Adalah jelas dari bagian-bagian yang lain, bahwa mereka secara tolol membayangkan bahwa Kerajaan Kristus dipenuhi dengan kekayaan dan kemewahan).

Karena itu Kristus memberikan ayat-ayat ini sebagai peringatan: ikut Yesus tidak berarti jalannya mulus, tetapi sebaliknya penuh dengan penderitaan!

2) Yang disebut berbahagia bukanlah seadanya orang yang menderita. Ada orang-orang yang menderita karena dosa. Ini tentu tidak disebut berbahagia (1Pet 2:20 1Pet 4:15). Ada juga orang-orang yang menderita karena mereka mengira mereka taat pada Tuhan, tetapi sebetulnya tidak. Ini bisa terjadi karena kurang / tidak mengerti Firman Tuhan. Misalnya: orang yang membolos dari pekerjaan untuk melayani Tuhan, sehingga akhirnya dipecat dari pekerjaannya dan menderita karenanya. Ini tetap adalah menderita karena dosa, sekalipun dosanya tidak disengaja / tidak disadari.

3) Yang disebut berbahagia adakah orang yang menderita karena:

a) Kebenaran (ay 10).

Orang yang lapar dan haus akan kebenaran (Mat 5:6), justru akan menderita karena kebenaran!

b) Kristus (ay 11).

Memang orang-orang yang percaya kepada Kristus, betul-betul mengikut Kristus dan berusaha hidup sesuai kehendak Tuhan, pasti akan mengalami penderitaan (Mat 10:16,25,34-36 Yoh 15:18-25 Kis 14:22 Fil 1:29 2Tim 3:12).

Luther: “The Church is the community of those who are persecuted and martyred for the gospel’s sake” (= Gereja adalah kumpulan dari mereka yang dianiaya dan dibunuh secara syahid demi Injil).

Calvin: “We can not be Christ’s soldiers on any other condition than to have the greater part of the world rising in hostility against us, and pursuing us even to death. The state of the matter is this. Satan, the prince of the world, will never cease to fill his followers with rage, to carry on hostilities against the members of Christ” (= Kita tidak bisa menjadi tentara Kristus dengan kondisi lain selain mendapatkan sebagian besar dari dunia memusuhi kita, dan mengejar kita bahkan sampai mati. Persoalannya adalah seperti ini. Setan, penguasa dunia ini, tidak akan pernah berhenti mengisi pengikut-pengikutnya dengan kemarahan, untuk mengadakan permusuhan terhadap anggota-anggota Kristus).

B) Macam-macam penderitaan.

Ay 11 dan Luk 6:22 menunjukkan bahwa penderitaan itu bisa ada dalam berbagai bentuk, yaitu: dicela, difitnah, dianiaya, dikucilkan, dibenci, ditolak. Ini tentu tidak lengkap. Bisa saja kita dipecat dari pekerjaan, dicerai oleh istri / suami (bdk. 1Kor 7:15), dipenjarakan, dan bahkan dibunuh. Makin kita mendekati akhir jaman / kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka makin hebat penganiayaan terhadap orang Kristen (Mat 24:9,21,22). Karena itu, kalau kita tidak mau untuk berlatih untuk menderita / berkorban bagi Kristus mulai sekarang, nanti pada saat ada penganiayaan besar, kita pasti tidak akan kuat!

C) Sikap menghadapi penderitaan / penganiayaan.

1) Sikap yang salah:

· kasihan pada diri sendiri (self pity).

· marah / benci / membalas dendam.

· susah / sedih.

· pura-pura menikmati penderitaan.

· berkompromi dengan dosa / lari ke dalam dosa / menjauhi Tuhan.

· menjadi suam dalam kerohanian.

· menjadi takut terhadap serangan setan, sehingga mengambil keputusan untuk tidak terlalu giat dalam mengikuti Tuhan, dengan tujuan supaya setan tidak terlalu menyerangnya.

2) Sikap yang benar: bersuka cita dan bergembira (ay 12 bdk. 1Pet 4:13).

Mengapa bersukacita / bergembira? Bukan karena penderitaan itu sendiri! Tetapi karena:

a) Upah yang besar di surga (ay 10b,12a Ibr 11:24-26 Ro 8:18 2Kor 4:17).

b) Penderitaan itu membuktikan kemurnian iman kita (1Pet 4:14).

Yesus juga dianiaya, dan demikian juga nabi-nabi Perjanjian Lama (ay 12b), dan rasul-rasul juga. Kalau kita tidak dianiaya, jelas ada sesuatu yang tidak beres dengan iman kita.

c) Kita menderita karena orang yang kita cintai yaitu Kristus sendiri (ay 11 Kis 5:41).

Polycarp, murid rasul Yohanes yang pada tahun 155 / 156 M. mengalami kematian syahid dengan jalan dibakar hidup-hidup, sebelum pembakaran itu menyatakan kata-kata ini:

“86 years have I served Christ, and he has done me no wrong. How can I blaspheme my King who has saved me?” (= 86 tahun aku telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku. Bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah menyelamatkanku?).

“O Lord God Almighty, the Father of thy well beloved and well blessed son, by whom we have received the knowledge of thee .... I thank thee that thou hast graciously thought me worthy of this day and of this hour” (= ‘Ya Tuhan Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan terhadapMu ... Aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau dengan begitu baik telah menganggapku layak untuk hari ini dan jam / saat ini).

d) Kita bisa memberi teladan yang menguatkan orang-orang Kristen yang lain. Ay 12 menunjukkan bahwa nabi-nabi itu bisa menjadi teladan bagi kita. Kalau kita menderita karena Kristus / kebenaran dan kita tetap bisa bersukacita, kita juga bisa menjadi teladan yang menguatkan iman orang-orang Kristen yang lain.

D) Kalau sampai sekarang saudara belum pernah menderita barang sedikitpun karena Kristus / kebenaran, maka perhatikanlah Luk 6:26 - “Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu”.

Leon Morris (Tyndale):

* “It is a danger when all men speak well of you, for this can scarcely happen apart from sacrifice of principle” (= Merupakan sesuatu yang berbahaya kalau semua orang memuji / berbicara baik tentang kamu, karena ini hampir tidak mungkin terjadi terpisah dari pengorbanan prinsip).

* “It is the false prophets who win wide acclaim (cf. Je. 5:31). A true prophet is too uncomfortable to be popular” [= Adalah nabi-nabi palsu yang memenangkan banyak tempik sorak (bdk. Yer 5:31). Seorang nabi yang benar terlalu tidak menyenangkan untuk menjadi populer].

William Hendriksen: “When everybody speaks well of you it must be that you are a deceitful, servile flatterer” (= Kalau setiap orang berbicara baik tentang kamu / memuji kamu, itu pasti karena kamu adalah seorang penjilat yang mau merendahkan diri dan bersifat penipu).

Contoh: Bambang Noorsena (Gereja Orthodox Syria) berulangkali menyatakan kebanggaannya karena ia diterima oleh tokoh-tokoh ‘orang seberang’ (padahal ‘orang seberang’ itu tidak bertobat / percaya kepada Yesus), dan ia mengecam orang kristen yang tidak diterima oleh ‘orang seberang’. Ia juga mengatakan bahwa dengan sistim penyampaian seperti yang ia lakukan, sekalipun ia tidak mengkompromikan kepercayaannya, tetapi bisa terjadi ‘agree in disagreement’ (= setuju di dalam ketidaksetujuan).

Perlu dipertanyakan mengapa ia bisa diterima oleh ‘orang seberang’ padahal mereka tidak bertobat / percaya kepada Yesus? Jelas karena ajaran yang ia beritakan adalah Kitab Suci / Injil yang sudah disesuaikan dengan telinga ‘orang seberang’ itu.

Misalnya ia berkata: kalau berbicara kepada orang Islam sebutlah Bapa sebagai Wujutulah (= the existence of God / keberadaan Allah), Anak sebagai Kalimatulah (= Firman Allah), Roh Kudus sebagai Rohulah (= Roh Allah), maka pasti tidak ada batu sandungan. Bandingkan sikap kompromi Bambang Noorsena ini dengan:

¨ Yesus sendiri, rasul-rasul, dan orang-orang kristen abad pertama (bahkan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama). Pada waktu mereka memberitakan Injil / Firman Tuhan, saya tidak melihat bahwa orang-orang yang menolak mereka lalu ‘setuju di dalam ketidak-setujuan’. Sebaliknya mereka memusuhi, memfitnah, dan tidak jarang menganiaya dan membunuh pemberita Injil / Firman Tuhan tersebut. Mengapa? Karena berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Bambang Noorsena, mereka ini tidak mengkompromikan Injil / Firman Tuhan tersebut.

¨ kata-kata Paulus dalam 2Kor 4:2 dan 1Kor 1:22-23. Paulus tetap memberitakan salib, sekalipun itu adalah batu sandungan!

Bandingkan juga dengan:

* Yoh 15:18-20a - “JJikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih dari tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu”.

* Mat 10:21-28 - “Oranng akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang. Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah. Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

Renungkan kedua text di atas ini. Kalau Bambang Noorsena bisa tidak dimusuhi dengan sistim pemberitaan yang ia gunakan, bukankah ia menjadi hamba / murid yang lebih tinggi dari Tuan / Gurunya?

Tetapi William Hendriksen juga memberikan tambahan yang penting untuk menjaga keseimbangan. Ia berkata:

“If a person is unpopular, he should ask himself, ‘Is this because I am loyal to my Lord ... or is it because I have failed to reveal a Christlike character?’” (= Jika seseorang tidak populer, ia harus bertanya kepada dirinya sendiri: ‘Apakah ini disebabkan karena aku setia kepada Tuhanku ... atau apakah ini disebabkan karena aku telah gagal untuk menyatakan karakter yang menyerupai Kristus?’).

kotbah : Pdt. Budi Asali, M.Div.

Comments

  1. nice post..
    ulasan mengenai kotbah di bukitnya memberkati sekali..

    ReplyDelete
  2. Terima kasih dan Tuhan Memberkati

    ReplyDelete

Post a Comment

Tuliskan komentar anda

Popular Posts